INFO BEASISWA

Thursday, September 20, 2007

Kisah Anak Jalana

Bapak-bapak, ibu-ibu, kakak-kakak semua, saya mohon maaf telah
lancang mengedarkan amplop. Karena saya terpaksa mengamen untuk
membayar uang sekolah saya....

Demikian penggal kalimat yang tertulis di atas kertas fotokopi yang
dilekatkan pada amplop kecil yang mulai kusam. Diawali dan diakhiri
dengan kalimat salam yang ditulis rapi dalam huruf Arab, mengesankan
yang menulis cukup akrab bergaul dengan abjad dari timur tengah itu.
Ia menyodorkan ke segenap penumpang di bus dengan takut-takut.
Wajahnya yang sawo matang terbakar matahari, pias oleh rasa khawatir.
Khawatir si penerima amplop tidak berkenan pada tindakannya.

Setelah semua amplop habis tersebar, ia berdiri mengambil tempat dekat
pintu. Tangannya yang kecil dan kotor oleh debu mulai
mengoyang-goyangkan botol plastik berisi segenggam beras. Botol bekas
susu yang sangat mungkin isinya belum tentu dalam beberapa bulan
terakhir pernah ia teguk. Crek... crek..crek... bunyi beras beradu
dengan dinding botol mulai terdengar. Bersaing dengan derum knalpot
dan aneka klakson.

Dengan begitu saja suara kanaknya terdengar melantunkan bait-bait
syair. Sebuah lagu tentang penyesalan seorang hamba yang lupa
mengingat Tuhannya karena sibuk bekerja. Sebuah lagu yang kerap
dinyanyikan oleh kawan-kawannya yang lebih dewasa. Dengan
penggal-penggal nafas yang tersengal ia berusaha bernyanyi. Sedang
mata saya tertambat lekat pada tubuh kurusnya yang membelakangi tempat
duduk saya.

Ia memakai baju batik hijau. Sepertinya seragam sekolah karena ada
logo sebuah departemen tergambar disitu. Celananya, sebuah celana
berkolor karet yang telah memudar coraknya yang tampak sedikit melorot
dari pinggang yang sangat ramping. Kakinya beralas sendal jepit.

Belum habis benak saya melambungkan pikiran, ia sudah berhenti
bernyanyi. Sepertinya tak semua bait ia lantunkan. Lalu ia berkeliling
mengambil amplop yang tadi disebarkan. Satu-satu. Tetap dengan wajah
pias berparas ragu. Ketika bus berhenti karena terhalang mobil, kaki
kecilnya melompat turun, lalu melangkah ke seberang. Punggung bersalut
kain batik itu pun hilang di balik lalu lalang kendaraan.

Benak saya kembali melambungkan pikiran. Sebenarnya ini adalah
kejadian kesekian yang saya temui ketika melewati ruas jalan ini. Saya
juga tahu, di emper-emper ruko itu ia berkumpul bersama
teman-temannya, menanti kendaraan umum tiba. Sementara di pojok
perempatan di balik gedung penegak keadilan berlambang pedang dan
timbangan, ibu-ibu sambil mengasuh balitanya menanti sang anak turun
dari metro mini.

Sebenarnya fragmen ini sudah menjadi kenyataan sehari-hari yang telah
sangat biasa terjadi. Dan seakan menjadi keniscayaan dari kepingan
kecil puzzle besar bertajuk kehidupan ibu kota. Tapi kadang benak tak
cukup kuat untuk bergeming dari adegan yang dicitra mata. Bahwa sebuah
lakon besar sedang terjadi. Dan anak kecil yang bernyanyi telah
menjalankan peran yang disandangnya. Saya juga, penumpang yang lain
pun sama. Supir dan kondektur juga melakonkan bagiannya.

Lalu, apakah semua ini dengan serta merta terjadi? Dan apakah setelah
selesai berlalu begitu saja? Pindah ke lakon lain yang telah siap
menanti. Siapa yang membagi peran dan siapa yang menata adegan? Siapa
yang memerankan lakon utama dan siapa yang beringsut menjadi figuran?

Banyak tanya tak berjawab. Sedang kehidupan dengan bilangan semesta
kecilnya yang tak terpermanai, terus berlangsung. Terus bergulir.
Seperti air menggulir di atas daun talas. Kapan bergulirnya dan kapan
jatuhnya, kita tiada tahu.

... dan setiap yang bernyawa akan diminta tanggungjawabnya...

Pensil

Cerita ini terjadi di masa perlombaan teknologi luar angkasa, antara
Amerika Serikat melawan Uni Soviet.
NASA, menemukan bahwa pena yang bekerja dengan gravitasi itu tidak
dapat bekerja di luar angkasa, merancang pena jenis baru yang
memiliki tekanan internal. Tekanan tinta dikendalikan oleh genggaman
pemakai. Untuk sistem sensor dan sebagainya, dihabiskan dana mencapai
satu juta dollar. Namun demikian, pena ini bekerja dengan baik sekali.

Pihak Uni Soviet, mengalami masalah yang sama, memutuskan untuk
menggunakan pensil.

Jangan pernah berpikir rumit.

Wednesday, September 19, 2007

Hukuman Mati

Banyak pengetahuan memang baik, lebih baik lagi banyak pemikiran...


Zaman pemberontakan. Seorang pendeta, ahli hukum, dan engineer
ditangkap, dan dijatuhi hukuman mati dengan guillotine.

Tibalah saat pelaksanaan hukuman mati. Setelah diundi, pendeta harus
mati lebih dulu, disusul ahli hukum, dan terakhir si engineer.

Pendeta meletakkan leher di balok guillotine. Tuas dilepas. Tapi
pisau bergeming. Si pendeta berdiri dan mengatakan ia telah
diselamatkan oleh Tuhan. Ia pun dibiarkan pergi.

Giliran si ahli hukum dipaksa meletakkan leher di balok. Tuas
dilepas. Tapi pisau maih terdiam saja. Si ahli hukum berdiri dan
mengatakan bahwa seorang tersangka hanya boleh dihukum satu kali
untuk sebuah kesalahan. Maka ia pun boleh pergi.

Terakhir, si engineer meletakkan kepalanya di leher balok. Ia
mengintip ke arah pemicu katrol. Lalu ia berkata, "Tunggu. Sekarang
aku tahu kenapa alatnya macet ...."

Tanda Silang

Charles Proteus Steinmetz adalah engineer elektrik handal yang
terkenal, yang dulu bekerja di General Electric. Pernah meja-meja
kerja di GE diberi tanda 'No Smoking'. Steinmetz segera menambahi
tulisan di bawahnya, sehingga terbaca 'No Smoking, No Steinmetz',
lalu ia pulang. Tak lama kebijakan itu dicabut.
Setelah Steinmetz pensiun, pernah GE mengalami kerusakan mesin yang
parah. Karena tak ada satu engineer pun yang dapat menangani,
akhirnya Steinmetz dipanggil kembali sebagai konsultan.

Steinmetz berkeliling mesin-mesin, mengukur di sana-sini, dan
mencatat di sebuah buku kecil. Beberapa saat kemudian, ia mengambil
kapur tulis, dan memberi tanda silang 'X' besar di sebuah modul. Para
engineer melepas modul itu, dan segera menemukan kerusakan di bagian
itu. Setelah bagian itu diganti, mesin berfungsi normal.

Steinmetz menagih GE sebesar $10000. Tapi eksekutif GE berkeberatan.
Mereka bilang, "Masa hanya untuk sebuah tanda silang, kita harus
bayar sedemikian besar." Maka mereka meminta Steinmetz untuk
memberikan rincian tagihan.

Steinmetz pun membuat rincian sebagai berikut:


Membuat tanda silang $ 1.00
Menentukan posisi tanda silang $ 9999.00
Total $ 10000.00

Cara Menangkap Kera

Konon, ada seekor kera yang sangat suka makan buah ceri.
Pada suatu hari ia melihat ceri yang menerbitkan liur. Iapun
turun dari pohon untuk memetiknya. Tetapi ternyata buah itu
berada dalam sebuah botol gelas yang sangat bening. Setelah
beberapa kali dicoba, kera itu mengetahui bahwa ia bisa
memasukkan tangannya, ia mengepalkannya untuk memegang buah
ceri itu. Namun, kemudian disadarinya bahwa tangannya yang
terkepal itu tidak bisa ditariknya ke luar karena ternyata
lebih besar dari leher botol.

Itu semua memang disengaja; buah ceri tersebut dipasang oleh
seorang pemburu kera yang mengetahui cara berpikir kera.

Si Pemburu mendengar rengekan kera, datang mendekat dan
kerapun berusaha melarikan diri. Tetapi karena, menurut
pikiran kera, tangannya lekat ke botol iapun tidak bisa lari
kencang.

Namun, begitu pikirnya, ia masih menggenggam buah ceri itu.
Si Pemburupun menangkapnya. Sesaat kemudian siku kera itupun
dipukulnya sehingga genggamannya mengendor.

Kera itu bebas dari botol, tetapi ia tertangkap. Si Pemburu
telah mempergunakan ceri dan botol. dan kini kedua benda
itupun masih menjadi miliknya.


Versi ini diceritakan oleh Khwaja Ali Ramitani, yang
meninggal tahun 1306.

Thursday, September 13, 2007

Keledai

Ayah, Anak dan Keledai

Suatu ketika seorang laki-laki beserta anaknya membawa seekor keledai
ke pasar. Di tengah jalan, beberapa orang melihat mereka dan
menyengir, "Lihatlah orang-orang dungu itu. Mengapa mereka tidak naik
ke atas keledai itu?"

Laki-laki itu mendengar perkataan tersebut. Ia lalu meminta anaknya
naik ke atas keledai. Seorang perempuan tua melihat mereka, "Sudah
terbalik dunia ini! Sungguh anak tak tahu diri! Ia tenang-tenang di
atas keledai sedangkan ayahnya yang tua dibiarkan berjalan." Jadi kali
ini, anak itu turun dari punggung keledai dan ayahnya yang naik.

Beberapa saat kemudian mereka berpapasan dengan seorang gadis muda.
"Mengapa kalian berdua tidak menaiki keledai itu bersama-sama?" Mereka
menuruti nasehat gadis muda itu.

Tak lama kemudian sekelompok orang lewat. "Binatang malang.... ia
menanggung beban dua orang gemuk tak berguna. Kadang-kadang orang
memang bisa sangat kejam!" Sampai di sini, ayah dan anak itu sudah
muak. Mereka memutuskan untuk memanggul keledai itu. Melihat kejadian
itu, orang-orang tertawa terpingkal- pingkal, "Lihat! Manusia keledai
memanggul keledai!" sorak mereka.

Jika Anda berusaha menyenangkan semua orang, Anda tak akan menyenangkan siapa
pun.

Patung Kesempatan

Patung Kesempatan

"Apakah itu?" tanya seorang pengunjung dalam sanggar seorang ahlipahat tatkala melihat patung yang mukanya ditutupi rambut dan kakinya
bersayap.

"Kesempatan," jawab pemahat itu.

"Mengapa mukanya tertutup?"

"Karena banyak orang yang tidak mengenalinya apabila ia datang
mengunjungi mereka."

"Mengapa kakinya bersayap?"

"Karena larinya cepat dan tidak bisa dikejar, bila ia sudah kabur."

Ramuan Ajaib

Ramuan Ajaib
Seorang wanita yang baru mengalami kematian anaknya, menemui seorang
pendeta dan bertanya, "Guru, apakah Anda memiliki ramuan ajaib untuk
mengembalikan anakku?"

Sang pendeta tidak berusaha berargumentasi dengan wanita tersebut
atau mengusirnya karena permintaan yang tidak masuk akal itu. Akan
tetapi dia berkata kepada wanita tersebut, "Carilah sebuah jamur dari
rumah yang tidak mengenal kesedihan. Setelah kamu menemukan benda
itu, kita bisa sama-sama membuat ramuan ajaib untuk menghidupkan
putramu." Selesai mendengar tentang hal itu, wanita itu segera
berangkat mencari jamur yang dimaksud.

Dia tiba di depan sebuah rumah mewah, mengetuk pintu, dan
berkata, "Saya mencari sebuah rumah yang tidak pernah mengenal
kesedihan. Apakah ini tempatnya? Hal ini sangat penting bagi saya."

Pemilik rumah itu menjawab, "Kamu jelas datang ke rumah yang salah,"
dan mulai bercerita tentang tragedi yang pernah dialami keluarganya.

Mendengar cerita sedih dari si pemilik rumah, wanita tersebut
berpikir, "Siapa yang bisa membantu orang yang nasibnya lebih malang
dari saya ini?" Maka dia memutuskan untuk tinggal di sana dan
menghibur pemilik rumah itu. Setelah itu dia berangkat lagi mencari
ke rumah berikutnya. Tetapi kemana pun dia pergi, dia selalu
menemukan kesedihan. Wanita itu akhirnya terlibat dalam upaya
menghibur semua orang yang dikunjunginya dan melupakan misinya yang
semula, tanpa menyadari bahwa dia telah berhasil mengusir rasa sedih
dari dirinya.

Saturday, September 8, 2007

Wortel Telur Kopi

Wortel, Telur atau Kopi?

Seorang anak mengeluh pada ayahnya tentang hidupnya yang sulit. Ia
tidak tahu lagi harus berbuat apa dan ingin menyerah saja. Ia lelah
berjuang. Setiap saat satu persoalan terpecahkan, persoalan yang lain
muncul. Ayahnya, seorang juru masak, tersenyum dan membawa anak
perempuannya ke dapur. Ia lalu mengambil tiga buah panci, mengisinya
masing-masing dengan air dan meletakkannya pada kompor yang menyala.
Beberapa saat kemudian air dalam panci-panci itu mendidih. Pada panci
pertama, ia memasukkan wortel. Lalu, pada panci kedua ia memasukkan
telur. Dan, pada panci ketiga ia memasukkan beberapa biji kopi tumbuk.
Ia membiarkan masing-masing mendidih.

Selama itu ia terdiam seribu bahasa. Sang anak menggereget gigi, tak
sabar menunggu dan heran dengan apa yang dilakukan oleh ayahnya. Dua
puluh menit kemudian, sang ayah mematikan api. Lalu menyiduk wortel
dari dalam panci dan meletakkanya pada sebuah piring. Kemudian ia
mengambil telur dan meletakkanya pada piring yang sama. Terakhir ia
menyaring kopi yang diletakkan pada piring itu juga.

Ia lalu menoleh pada anaknya dan bertanya, "Apa yang kau lihat, nak?"
"Wortel, telur, dan kopi, " jawab sang anak.Ia membimbing anaknya
mendekat dan memintanya untuk memegang wortel. Anak itu melakukan apa
yang diminta dan mengatakan bahwa wortel itu terasa lunak.

Kemudian sang ayah meminta anaknya memecah telur. Setelah telur itu
dipecah dan dikupas, sang anak mengatakan bahwa telur rebus itu kini
terasa keras.

Kemudian sang ayah meminta anak itu mencicipi kopi. Sang anak
tersenyum saat mencicipi aroma kopi yang sedap itu. "Apa maksud semua
ini, ayah?" tanya sang anak.

Sang ayah menjelaskan bahwa setiap benda tadi telah mengalami hal yang
sama, yaitu direbus dalam air mendidih, tetapi selepas perebusan itu
mereka berubah menjadi sesuatu yang berbeda-beda. Wortel yang semula
kuat dan keras, setelah direbus dalam air mendidih, berubah menjadi
lunak dan lemah.

Sedangkan telur, sebaliknya, yang semula mudah pecah, kini setelah
direbus menjadi keras dan kokoh.

Sedangkan biji kopi tumbuh berubah menjadi sangat unik. Biji kopi,
setelah direbus, malah mengubah air yang merebusnya itu.

Maka, yang manakah dirimu?" tanya sang ayah pada anaknya. "Di saat
kesulitan menghadang langkahmu, perubahan apa yang terjadi pada
dirimu? Apakah kau menjadi sebatang wortel, sebutir telur atau biji
kopi?"

Hukum Berfikir Positif

Hukum Berpikir Positif


Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat
senimemahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung.
Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan
kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi
teman dan tetangganya. Pygmalion dikenal sebagai orang
yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala
sesuatu dari sudut yang baik.

* Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang
mengomel.
Tetapi Pygmalion berkata,
"Untunglah,lapangan yang lain tidak sebecek ini."

* Ketika ada seorang pembeli patung ngotot
menawar-nawar harga, kawan- kawan Pygmalion berbisik,
"Kikir betul orang itu."
Tetapi Pygmalion berkata, "Mungkin orang itu perlu
mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu".

* Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion
tidak mengumpat. Ia malah merasa iba,
"Kasihan,anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan
makanan yang cukup di rumahnya."

itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu
keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi
baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang
lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik
dibalik perbuatan buruk orang lain.

Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung
wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu
berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung,
patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung
itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik.
Kawan-kawan Pygmalion berkata,
"Ah,sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung,bukan
isterimu."

Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai
manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan
dibelainya.

Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan
menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan
untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu
mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah,
Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang
konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri
Yunani.

Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan
dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir
positif tentang suatu keadaan atau seseorang,
seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

Misalnya,
* Jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka
orang itupun akan menjadi ramah terhadap kita.

* Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang
cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas.

* Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil,
besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh
keberhasilan.

Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak
Pygmalion.

Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak
fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik
positif maupun negatif.

* Kalau kita menganggap tetangga kita judes sehingga
kita tidak mau bergaul dengan dia, maka akhirnya dia
betul-betul menjadi judes.

* Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak
jujur, akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur.

* Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup
pada awal suatu usaha, besar sekali kemungkinannya
kita betul-betul akan gagal.

Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan
berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau
seseorang.

Bayangkan,bagaimana besar dampaknya bila kita berpola
pikir positif seperti itu. Kita tidak akan
berprasangka buruk tentang orang lain.

Kita tidak menggunjingkan desas-desus yang jelek
tentang orang lain. Kita tidak menduga-duga yang jahat
tentang orang lain.

Kalau kita berpikir buruk tentang orang lain, selalu
ada saja bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika
ada seorang kawan memberi hadiah kepada kita, jelas
itu adalah perbuatan baik.
Tetapi jika kita berpikir buruk, kita akan menjadi
curiga,
"Barangkali ia sedang mencoba membujuk," atau kita
mengomel,"Ah, hadiahnya cuma barang murah.

Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri kita
sendiri.Kita menjadi mudah curiga. Kita menjadi tidak
bahagia.

Sebaliknya, kalau kita berpikir positif, kita akan
menikmati hadiah itu dengan rasa gembira dan syukur,
"Ia begitu murah hati. Walaupun ia sibuk, ia ingat
untuk memberi kepada kita."

Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata
yang kita pakai.

* Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu
akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram.
Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang,
segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang
berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita
penuh rasa curiga dan dendam. Tetapi kaca mata yang
damai akan menjadikan hidup kita damai.

Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari
segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri.
Berpikir baik tentang orang lain.
Berpikir baik tentang keadaan.
Berpikir baik tentang Tuhan.

Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan.
Keluarga menjadi hangat.
Kawan menjadi bisa dipercaya.
Tetangga menjadi akrab.
Pekerjaan menjadi menyenangkan.
Dunia menjadi ramah.
Hidup menjadi indah. Seperti Pygmalion, begitulah

Jimat Manusia

AWALNYA, saya mengenal nama Mary Kay Ash di beberapa terbitan jurnal
Personal Excellence. Tulisannya sederhana, mudah dicerna dan
menyentuh.

Namun, setelah tahu dari majalah Fortune, bahwa perusahaan yang ia
dirikan dan besarkan -- Mary Kay Cosmetics -- adalah salah satu di
antara 500 perusahaan besar dunia, perhatian saya ke wanita tua ini
mulai lebih serius. Setiap artikelnya saya baca. Bukunya saya
cermati. Dan, kendatipun sering ia tampil terlalu wanita sentris,
tetap tidak mengurangi minat saya terhadap ajaran-ajarannya.

Prinsip dia membesarkan perusahaan amatlah sederhana. Mulailah dengan
perhatian, tenggang rasa, dan keperdulian pada orang lain. Laba
adalah hasil ikutan dari keseriusan kita melaksanakan prinsip-prinsip
itu.

Fondasi paling kokoh dari manajemen Mary Kay Cosmetics, adalah sebuah
hukum utama yang berbunyi : 'perlakukan orang lain, sebagaimana Anda
ingin diperlakukan oleh mereka'.

Bagi Anda yang rajin belajar, prinsip terakhir bukanlah barang
baru.Namun, yang unik dari Mary Kay, adalah komitmennya dalam
melaksanakan prinsip tadi dengan penuh keseriusan.

Sebagai penjabaran dari prinsip manajemen dan hukum utama terakhir,
Mary Kay Ash pernah menulis bahwa setiap orang membawa ke mana-mana
tulisan psikologis di dahinya. Tulisan tersebut berbunyi : make me
feel important (disingkat MMFI).

Sepintas tampak, prinsip-prinsip manajemen yang menjadi tiang
penyangga Mary Kay Cosmetics, mirip dengan pendekatan Dale Carnegie
dan Stephen Covey. Benang merahnya, terletak pada modal yang bernama
sentuhan kemanusiaan.

Terus terang, saya bersentuhan dengan pendekatan-pendekatan
humanistik seperti ini dari umur yang amat muda. Seorang kakak saya
memberi buku Dale Carnegie, yang berjudul How to win friends and
convince the others, ketika saya masih di kelas satu SMU. Butuh waktu
lama memang untuk bisa mengaplikasikannya. Tetapi, langkah karir saya
amatlah ditopang oleh prinsip-prinsip terakhir.

Di satu kesempatan pelatihan pada Gulf Resources Ltd., seorang
pemimpin di perusahaan minyak Kanada ini bertanya ke saya : 'apa yang
Anda pakai untuk membuat orang yang di hari pertama galak tidak
ketulungan menjadi hormat di hari ke lima?'. Di Bank Dagang Negara,
seorang pimpinan cabang yang merasa kasihan ke saya - karena menurut
dia saya dikerjain habis-habisan oleh seorang peserta - juga bertanya
hal yang sama ke saya, di akhir sesi. Penghujat di kelas ini,
disamping merangkul saya di hari perpisahan, juga mau bersusah-susah
membeli hadiah buat saya. Saya mengalami pengalaman yang sama
berulang-ulang.

Seorang kawan dekat pernah bergurau, jangan-jangan saya
membawa 'jimat' dari Bali. Secara jujur harus saya akui, saya memang
memiliki 'jimat'. Dan jimat ini memang tidak hanya monopoli orang
Bali. Ia dimiliki oleh siapa saja yang peka akan bahasa-bahasa
kemanusiaan.

Bila ada yang menghujat, saya belajar untuk tidak menghujat balik.
Justru dalam keadaan demikian, saya ingat lagi prinsip Mary Kay Ash
tentang MMFI.

Pertanyaan awal saya setiap menghadapi hujatan, aspek mana dari orang
ini yang perlu diperlakukan penting? Kepintaran, pengalaman,
gengsinya di depan orang lain, atau hal lain?

Bila kepintarannya yang penting, saya mencoba mencari interaksi
antara ide saya dengan ide dia. Jika pengalamannya yang penting, saya
akan menggunakan pengalaman tadi sebagai basis teori saya. Mana kala
gengsi yang penting, saya akan beri dia kesempatan presentasi ke
depan.

Berhadapan dengan orang seperti ini, saya akan coba mencari satu hal
yang spesial untuk kemudian saya angkat sebagai topik pembicaraan. Ia
bisa berupa dasinya yang bagus, sepatunya yang unik, rambutnya yang
rapi atau apa saja yang saya yakin ia banggakan.

Lebih-lebih, bila saya bisa memberinya tambahan informasi dan
pengetahuan, yang membuat dia lebih bangga lagi dengan apa yang
tadinya sudah ia banggakan.

Seorang manajer wanita yang cerdas dan cantik pernah demikian ketus
dengan ide-ide saya. Ketika idenya memang brilian saya akui di depan
orang - kendati ada resiko saya sebagai konsultan dan pelatih tampak
lebih bego. Tatkala data-data dia lebih akurat, saya tidak ragu-ragu
untuk mengakuinya. Begitu break, saya ingat kalau parfum yang ia
pakai berharga amat mahal. Saya mencoba menebak merknya, dan ternyata
tepat. Wanita tersebut tampak demikian surprise, karena saya sudah
membongkar sebuah rahasia yang sebenarnya ia banggakan ke orang lain.
Di rapat berikutnya, entah darimana datangnya rasa hormat, ia menjadi
pendukung saya yang amat membantu.

Di sebuah acara yang cukup besar di Hongkong, seorang rekan berbisik
agar saya hati-hati dengan orang yang jadi moderator saya. Katanya,
orang ini sok pintar, menggurui dan tak segan menghina di depan umum.

Ketika berkenalan, saya amati raut mukanya memang lebih tua
dibandingkan saya. Saya tanya pengalamannya - dan ini biasanya yang
menjadi kebanggaan orang tua - maka berceritalah ia tidak habis-habis
tentang masa lalunya. Terakhir, ketika ia menjadi moderator saya, eh
dia malah banyak menyanjung dan memuji presentasi saya di depan umum.

Rekan saya memang benar. Saya memang memiliki jimat menundukkan
manusia lain. Dan, mantra jimat itu - dalam bahasa Mary Kay Ash -
berbunyi : make him/her feel important!

Pandai Besi

Elihu Burrit berusia enam belas tahun ketika ayahnya meninggal dunia.
Ia kemudian belajar pada seorang tukang besi. Ia harus bekerja
sepuluh sampai dua belas jam sehari. Namun sambil bekerja, ia
memecahkan soal-soal hitungan di luar kepala.

Dalam buku hariannya, terdapat catatan-catatan sebagai
berikut: "Senin, 18 Juni. Sakit kepala, 40 halaman Teori Tanah
karangan Cuvier, 64 halaman bahasa Prancis, 11 jam di tempat kerja.
Selasa, 19 Juni. 60 baris Ibrani, 30 baris bahasa Denmark, 10 baris
Bohemia, 9 baris Polandia, 15 nama bintang, 10 jam di tempat kerja."

Pandai besi yang terpelajar ini menguasai 18 bahasa dan 32 dialek!

Foto Ayah

Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda, sebentar lagi dia akan
menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa
tahun di bangku pendidikan.
Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu
dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari
Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat
wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin,
karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya,
sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu.
Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan
teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-
temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke
ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena
terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa
dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah
bingkisan,... bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak
menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan
dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Alkitab yang bersampulkan
kulit asli, dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas.
Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia
berteriak, "Yaahh... Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua
uang ayah, ayah belikan alkitab ini untukku ? " Lalu dia membanting
Alkitab itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata
apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang
mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang
sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil
menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan
mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas.
Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari
wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi
dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk
meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang
rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang
terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat
mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang
memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya
meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya
itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke
rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat
melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih,
mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa
sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan
bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia
menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas
ayahnya, dia menemukan Alkitab itu, masih terbungkus dengan kertas
yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia
lalu memungut Alkitab itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman
pertama Alkitab itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, "Dan kamu
yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu, bagaimana Bapa-mu
yang di sorga akan memberikan apa yang kamu minta kepada-Nya ?"
Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang
Alkitab itu. Dia memungutnya,.... sebuah kunci mobil ! Di gantungan
kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport
yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan
menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya
tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya
tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan
di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama
bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak
disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil
sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia
menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam
mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di
atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum
bangga. Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil
itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa
menyesalnya yang tak mungkin diobati........

Thursday, September 6, 2007

Lulus Ujian

Semangat Shyoram Yadav dan tekadnya lulus dengan cara yang bersih bisa
menjadi teladan generasi-generasi di bawahnya. Tangan renta itu
membolak-balik buku. Seorang kakek berumur 68 tahun sedang menghadapi
hari pentingnya. Hari ujian sekolah di distrik Alwar, India. Yang tak
umum, ini adalah upayanya yang ke-35 kalinya mengikuti ujian. Artinya,
sudah tiga puluh lima tahun ia mengikuti ujian sekolah. Tapi, tak pernah
lulus. Adalah Shyoram Yadav, si kakek yang gigih itu. Ia warga desa
Tasing, distrik Alwar, negara bagian Rajasthan. Sebuah daerah yang
jaraknya sekitar 160 km dari New Delhi, ibu kota India. Lelaki ini sudah
mengikuti ujian sejak tahun 1969. Tapi, gagal. Ia mengulang di tahun
berikutnya. Gagal.

Ia ikut lagi. Gagal ... dan, begitulah seterusnya. Begitu pentingnya
makna lulus sekolah, Shyoram menggenggam tekad. Ia bersumpah tetap
membujang sampai lulus ujian. ''Pendidikan itu segala-galanya dalam
hidup ini,'' ujar Shyoram kepada BBC. Lewat ucapannya itu, seolah ia
menjelaskan latar belakang perjuangannya selama tiga dasa warsa lebih.
''Pendidikan itu menguasai dunia: pendidikan adalah yang tertinggi
bahkan di antara saudaramu, masyarakatmu sendiri, dan di mancanegara,''
ungkap warga Distrik Alwar itu. Tak heran bila ia berpendapat begitu.
Angka buta huruf di distrik itu cukup tinggi. Data menunjukkan, sekitar
62,48 persen warga daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja di
ladang itu yang melek huruf.

Tersandung
Mengapa perjuangan Shyoram sampai selama itu? Sejauh ini, menurut
pengakuannya, ia selalu gagal pada pelajaran yang berbeda tiap tahunnya.
Saat mengerjakan soal-soal ujian, Shyoram tak mau menerima bantuan siapa
pun. Bahkan, ia pantang menyontek pekerjaan orang lain. Malangnya, bila
Shyoram berupaya memperbaiki satu materi ujian yang gagal di tahun
berikutnya, maka materi ujian yang lain jeblok. Begitu dari tahun ke
tahun.

Sekilas Shyoram Yadav sama seperti warga lainnya. Tampak sederhana dalam
balutan busana tradisional India berwarna khaki. Begitu pulalah pakaian
yang dikenakannya saat berjalan tiga kilometer dari desanya ke SMP
Tasing setiap harinya. Guru-guru di sekolah itu pun terkesan. Wakil
kepala sekolah Devi Sangh Yadav bercerita, ketika pertama kali bertemu
Shyoram pada tahun 1999, ia berpikir lelaki itu penjaga salah seorang
muridnya.

''Pak Shyoram berjalan dengan cepat menuju ruang ujian dan beberapa anak
juga menuju ke sana,'' kenang Yadav. Ia langsung menghentikan langkah
Shyoram dan mengatakan, hanya anak-anak yang boleh masuk, orang tua
tidak boleh. ''Tapi, yang mengejutkan saya Shyoram mengatakan, ia
sendiri peserta ujian,'' tutur wakil kepala sekolah SMP Tasing itu.
Tentu saja Yadav tak bisa langsung percaya. Lelaki ini meminta Shyoram
menunjukkan bukti surat peserta ujian. ''Ketika ia menunjukkan surat
itu, seluruh staf sekolah mengerumuni dan ini menjadi masalah besar yang
kami diskusikan.'' Sejak hari itu, Shyoram menjadi 'pelanggan setia'
ujian di sekolah tersebut. Tahun ini sudah menginjak tahun yang kelima.

Dukungan warga
Seluruh warga desa Tasing mendukung upaya Shyoram. Semua petugas di
dinas pendidikan di Alwar mengenal lelaki tua ini. Sebab, ia selalu
muncul di tempat-tempat ujian di distrik seluas 8.380 km persegi yang
dikenal sebagai produsen gandum itu. Warga desanya berharap, Shyoram
bisa lulus tahun ini. ''Harapannya lulus ujian kelas 10 dan kemudian
menikah, tapi sejauh ini Tuhan belum mengabulkannya,'' kata Hanuman
Goyal, juga dari Tasing. Lelaki ini juga mengikuti ujian yang sama
beberapa tahun yang lalu.

''Upayanya mengikuti ujian 33 atau 34 kali. Mari kita lihat apakah
harapannya terkabul kali ini.'' Shyoram Yadav yang tahun ini, sayangnya,
tidak lagi seperti Shyoram yang mengikuti ujian pertama kalinya. Pada
usia 68 tahun, dia sudah mengalami gangguan pendengaran. Lekhraj, teman
Shyoram yang mengambil ujian serupa pada tahun 1972 memuji dedikasi
kakek ini. ''Ia ingin lulus ujian dengan upayanya sendiri. Dia tidak mau
menerima bantuan dari siapa pun dan dia tak pernah menyontek pekerjaan
orang lain,'' katanya. ''Itulah sebabnya kami menghormati dia.''

Kisah Pelari

Gedung sekolah desa yang kecil itu dipanasi oleh perapian batu bara
kuno yang berbentuk belanga. Seorang anak laki-laki kecil bertugas
untuk hadir pagi-pagi sekali di sekolah untuk menyalakan api serta
menghangatkan ruangan sebelum guru dan teman-temannya masuk.
Pada suatu pagi gedung sekolah itu tertelan api. Anak laki-laki itu
pingsan dan ia pun ditarik keluar dari bangunan yang terbakar itu,
dalam keadaan setengah mati dan bukannya setengah hidup. Ia mengalami
luka bakar yang parah di seluruh bagian bawah tubuhnya dan dibawa ke
rumah sakit daerah yang terdekat.
Dari tempat tidurnya, si anak laki-laki yang terbakar secara
mengerikan itu dalam keadaan setengah sadar sayup-sayup mendengar
dokter berbicara kepada ibunya. Dokter memberitahu bahwa anak itu
pasti akan mati, yang sesungguhnya merupakan hal yang terbaik,
lantaran kebakaran hebat yang meluluhlantakkan bagian bawah tubuhnya.
Namun anak pemberani itu tidak ingin mati. Ia meneguhkan tekadnya
untuk tetap bertahan hidup. Entah dengan cara bagaimana, hal yang
mencengangkan dokter itu, ia terus hidup. Ketika bahaya maut itu
berlalu, ia sekali lagi mendengar dokter dan ibunya berbicara dengan
pelan. Ibunya diberitahu bahwa karena kebakaran itu menghancurkan
begitu banyak daging di bawah tubuh anak itu, dapat dikatakan bahwa
akan lebih baik jika ia mati, karena ia pasti akan lumpuh seumur
hidup dan tak dapat memanfaatkan semua anggota tubuh bagian bawahnya.
Sekali lagi si anak pemberani itu mengeraskan tekadnya. Ia tidak akan
lumpuh. Ia akan berjalan. Tetapi celakanya, dari pinggang ke bawah,
ia tidak memiliki kemampuan bergerak. Kaki-kakinya yang kurus hanya
terjuntai di sana, lengkap namun mati.
Akhirnya ia keluar dari rumah sakit. Lalu setiap hari ibunya memijat
kakinya yang kecil itu, namun di sana tidak ada rasa, tidak ada
kontrol, tidak ada apa pun. Namun niatnya untuk berjalan tetap sekuat
dulu.
Hari-harinya menjemukan. Bila tidak sedang berada di tempat tidur, ia
terkurung di kursi roda. Pada suatu hari yang cerah ibunya mendorong
kursi rodanya keluar menuju halaman agar ia dapat menghirup udara
segar. Hari itu, bukannya duduk terpaku di situ, ia melemparkan diri
dari kursi roda. Ia menyeret dirinya sendiri melintasi rerumputan,
menarik kedua kakinya di belakang tubuhnya.
Ia menyusuri jalannya menuju tiang pancang berwarna putih yang
membatasi bidang tanah mereka. Kemudian, sedikit demi sedikit, ia
mulai menyeret dirinya sendiri di sepanjang pagar itu, bertekad keras
untuk berjalan. Ia mulai melakukan hal ini setiap hari sampai saat ia
menggunakan jalan yang mulus di sekeliling halaman di sisi tiang
pancang itu. Tak ada hal yang diinginkannya selain menghidupkan kedua
kakinya.
Akhirnya melalui pijatan setiap hari, tekad bajanya dan keteguhan
hatinya, ia benar-benar mengembangkan kemampuannya untuk berdiri,
kemudian untuk berjalan tertatih-tatih, lalu untuk berjalan sendiri,
dan kemudian untuk berlari.
Ia mulai berjalan ke sekolah, kemudian berlari ke sekolah, berlari
demi kegembiraan besar yang diperolehnya dari berlari. Kemudian di
universitas ia membentuk tim lari. Bahkan selanjutnya di Madison
Square Garden pemuda yang diduga tidak bakal hidup itu, yang tidak
pernah dapat berharap untuk bisa berlari.
Pemuda yang keras hati ini, Dr. Glenn Cunningham, memecahkan rekor
dunia lari untuk jarak 1500 meter

Ibu

Tanganmu, Ibu...
Ibumu adalah
Ibunda darah dagingmu
Tundukkan mukamu
Bungkukkan badanmu
Raih punggung tangan beliau
Ciumlah dalam-dalam
Hiruplah wewangian cintanya
Dan rasukkan ke dalam kalbumu
Agar menjadi azimah bagi rizki dan kebahagiaan
(Emha Ainun Najib)


Siang sudah sampai pada pertengahan. Dan Ibu begitu anggun menjumpai
saya di depan pintu. Gegas saya rengkuh punggung tangannya, menciumnya lama.
Ternyata rindu padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ibu juga mendaratkan
kecupan sayang di ubun-ubun ini, lama. "Alhamdulillah, kamu sudah pulang"
itu ucapannya kemudian. Begitu masuk ke dalam rumah, saya mendapati
ruangan yang sungguh bersih. Sudah lama tidak pulang.

Ba'da Ashar,
"Nak, tolong angkatin panci, airnya sudah mendidih". Gegas saya angkat
pancinya dan dahipun berkerut, panci kecil itu diisi setengahnya. "Ah
mungkin hanya untuk membuat beberapa gelas teh saja" pikir saya
"Eh, tolongin bawa ember ini ke depan, Ibu mau menyiram". Sebuah ember
putih ukuran sedang telah terisi air, juga setengahnya. Saya memindahkannya
ke halaman depan dengan mudahnya. Saya pandangi bunga-bunga peliharaan
Ibu.Subur dan terawat. Dari dulu Ibu suka sekali menanam bunga.
"Nak, Ibu baru saja mencuci sarung, peras dulu, abis itu jemur di pagar
yah"pinta Ibu.
"Eh, bantuin Ibu potongin daging ayam" sekilas saya memandang Ibu yang
tengah bersusah payah memasak. Tumben Ibu begitu banyak meminta
bantuan,biasanya beliau anteng dan cekatan dalam segala hal.

Sesosok wanita muda, sedang menyapu ketika saya masuk rumah sepulang
dari ziarah. "Neng.." itu sapanya, kepalanya mengangguk ke arah saya. "Bu,
siapaitu...?" tanya saya. "Oh itu yang bantu-bantu Ibu sekarang" pendeknya.
Dan saya semakin termangu, dari dulu Ibu paling tidak suka mengeluarkan
uang untuk mengupah orang lain dalam pekerjaan rumah tangga. Pantesan rumah
terlihat lebih bersih dari biasanya.

Dan, semua pertanyaan itu seakan terjawab ketika saya menemaninya
tilawah selepas maghrib. Tangan Ibu gemetar memegang penunjuk yang
terbuat dari kertas koran yang dipilin kecil, menelusuri tiap huruf
al-qur'an. Dan mata ini memandang lekat pada jemarinya. Keriput,
urat-uratnya menonjol jelas, bukan itu yang membuat saya tertegun.
Tangan itu terus bergetar. Saya berpaling, menyembunyikan bening
kristal yang tiba-tiba muncul di kelopak mata. Mungkinkah segala
bantuan yang ia minta sejak saya pulang, karena tangannya tak lagi
paripurna melakukan banyak hal? "Dingin" bisik saya, sambil beringsut
membenamkan kepala di pangkuannya.

Ibu masih terus tilawah, sedang tangan kirinya membelai kepala saya.
Saya memeluknya, merengkuh banyak kehangatan yang dilimpahkannya tak
berhingga. Adzan isya berkumandang, Ibu berdiri di samping saya,
bersiap menjadi imam. Tak lama suaranya memenuhi udara mushala kecil
rumah. Seperti biasa surat cinta yang dibacanya selalu itu, Ad-Dhuha
dan At-Thariq. Usai shalat, saya menunggunya membaca wirid, dan
seperti tadi saya pandangi lagi tangannya yang terus bergetar. "Duh
Allah, sayangi Mamah" spontan saya memohon. "Neng..." suara ibu
membuyarkan lamunan itu, kini tangannya terangsur di depan saya,
kebiasaan saat selesai shalat, saya rengkuh tangan berkah itu dan
menciumnya. "Tangan ibu kenapa?" tanya saya pelan. Sebelum menjawab,
ibu tersenyum maniss sekali."Penyakit orang tua" "Sekarang tangan ibu
hanya mampu melakukan yang ringan-ringan saja, irit tenaga" tambahnya.

Udara semakin dingin. Bintang-bintang di langit kian gemerlap
berlatarkan langit biru tak berpenyangga. Saya memandangnya dari teras
depan rumah. Ada bulan yang sudah memerak sejak tadi. Malam perlahan
beranjak jauh. Dalam hening itu, saya membayangkan senyuman manis Ibu
sehabis shalat isya tadi. Apa maksudnya? Dan mengapakah, saya seperti
melayang. Telah banyak hal yang dipersembahkan tangannya untuk saya.
Tangan yang tak pernah mencubit, sejengkel apapun perasaannya
menghadapi kenakalan saya. Tangan yang selalu berangsur ke kepala dan
membetulkan letak jilbab ketika saya tergesa pergi sekolah. Tangan
yang selalu dan selalu mengelus lembut ketika saya mencari kekuatan di
pangkuannya saat hati saya bergemuruh. Tangan yang menengadah ketika
memohon kepada Allah untuk setiap ujian yang saya jalani. Tangan yang
pernah membuat bunga dari pita-pita berwarna dan menyimpannya di meja
belajar saya ketika saya masih kecil yang katanya biar saya lebih
semangat belajar. Sewaktu saya baru memasuki bangku kuliah dan harus
tinggal jauh darinya, suratnya selalu saja datang. Tulisan tangannya
kadang membuat saya mengerutkan dahi, pasalnya beberapa huruf terlihat
sama, huruf n dan m nya mirip sekali. Ibu paling suka menulis surat
dengan tulisan sambung. Dalam suratnya, selalu Ibu menyisipkan puisi
yang diciptakannya sendiri.

Ada sebuah puisinya yang saya sukai. Ibu memang suka menyanjung : Kau
adalah gemerlap bintang di langit malam Bukan!, kau lebih dari itu Kau
adalah pendar rembulan di angkasa sana, Bukan!, kau lebih dari itu,
Kau adalah benderang matahari di tiap waktu, Bukan!, kau lebih dari
itu Kau adalah Sinopsis semesta Itu saja. Tangan ibunda adalah
perpanjangan tangan Tuhan. Itu yang saya baca dari sebuah buku. Jika
saya renungkan, memang demikian. Tangan seorang ibunda adalah
perwujudan banyak hal : Kasih sayang, kesabaran, cinta, ketulusan....

Pernahkah ia pamrih setelah tangannya menyajikan masakan di meja makan
untuk sarapan? Pernahkan Ia meminta upah dari tengadah jemari ketika
mendoakan anaknya agar diberi Allah banyak kemudahan dalam menapaki
hidup? Pernahkah Ia menagih uang atas jerih payah tangannya
membereskan tempat tidur kita? Pernahkah ia mengungkap balasan atas
semua persembahan tangannya?..Pernahkah..? Ketika akan meninggalkannya
untuk kembali, saya masih merajuknya "Bu, ikutlah ke jakarta, biar
dekat dengan anak-anak". "Ah, Allah lebih perkasa di banding kalian,
Dia menjaga Ibu dengan baik di sini. Kamu yang seharusnya sering
datang, Ibu akan lebih senang" Jawabannya ringan. Tak ada air mata
seperti saat-saat dulu melepas saya pergi. Ibu tampak lebih pasrah,
menyerahkan semua kepada kehendak Allah. Sebelum pergi, saya merengkuh
kembali punggung tangannya, selagi sempat , saya reguk seluruh
keikhlasan yang pernah dipersembahkannya untuk saya.

Selagi sisa waktu yang saya punya masih ada, tangannya saya ciumi
sepenuh takzim. Saya takut, sungguh takut, tak dapati lagi kesempatan
meraih tangannya, meletakannya di kening.

***
Bagaimana dengan kalian para
sahabat? Engkau sangat tahu, lewat tangannya kau ada, duduk di depan
komputer dan membaca tulisan saya ini. Engkau sangat tahu, lewat
tangannya kau bisa menjadi seseorang yang menjadi kebanggaan. Engkau
sangat tahu, dibanding siapapun juga. Maka, usah kau tunggu hingga
tangannya gemetar, untuk mengajaknya bahagia. Inilah saatnya, inilah
masanya...

Karet Gelang

Suatu kali saya membutuhkan karet gelang. Satu saja. Shampoo yang
akan saya bawa tutupnya sudah dol. Harus dibungkus lagi dengan
plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe.
Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak
menemukan sebiji pun karet gelang.

Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di
kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya jadi kelabakan. Apa tidak
usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat,
waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya
saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai
kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya
saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung.Benda kecil
yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting.

Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia
tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh. Sangat biasa-bisa
saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai
berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan
kepadanya. Itu pun kadang-kadang salah.
Kemampuan dia memang sangat terbatas. Tetapi dia sangat senang
membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau
mengeposkan surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia
akan kerjakan dengan senang hati. Itulah sebabnya kalau dia tidak
ada, kami semua, teman-temannya, suka kelabakan juga. Pernah suatu
kali acara yang sudah kami persiapkan gagal, karena dia tiba-tiba
harus pulang kampung untuk suatu urusan. Di dunia ini memang tidak
ada sesuatu yang begitu kecilnya, sehingga sama sekali tidak
berarti. Benda yang sesehari dibuang-buangpun, seperti karet
gelang, pada saatnya bisa menjadi begitu penting dan merepotkan.

Mau bukti lain? Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang
paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya
matahari. Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil
yang masuk ke sepatu.

Karena itu, jangan pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan
diri sendiri. Bangga dengan diri sendiri itu tidak salah. Yang salah
kalau kita menjadi sombong, lalu meremehkan orang lain.

Sapi Monyet & Manusia

Di awal zaman, Tuhan menciptakan seekor sapi.

Beliau berkata kepada sang sapi "Hari ini kuciptakan kau! Sebagai
sapi engkau harus pergi ke padang rumput. Kau harus bekerja di bawah
terik matahari sepanjang hari. Kutetapkan umurmu sekitar 50 tahun."

Sang Sapi keberatan "Kehidupanku akan sangat berat selama 50 tahun.
Kiranya 20 tahun cukuplah buatku. Kukembalikan kepadamu yang 30 tahun"
Maka setujulah Tuhan.

Di hari kedua, Tuhan menciptakan monyet. "Hai monyet, hiburlah
manusia. Aku berikan kau umur 20 tahun!" Sang monyet menjawab
"What? Menghibur mereka dan membuat mereka tertawa?
10 tahun cukuplah. Kukembalikan 10 tahun padamu"
Maka setujulah Tuhan.

Di hari ketiga, Tuhan menciptakan anjing. "Apa yang harus kau lakukan
adalah menjaga pintu rumah majikanmu. Setiap orang mendekat kau harus
menggongongnya. Untuk itu kuberikan hidupmu selama 20 tahun!" Sang
anjing menolak : "Menjaga pintu sepanjang hari selama 20 tahun ? No
way.! Kukembalikan 10 tahun padamu".
Maka setujulah Tuhan.

Di hari keempat, Tuhan menciptakan manusia. Sabda Tuhan: "Tugasmu
adalah makan, tidur, dan bersenang-senang. Inilah kehidupan. Kau akan
menikmatinya. Akan kuberikan engkau umur sepanjang 25 tahun!"
Sang manusia keberatan, katanya "Menikmati kehidupan selama 20 tahun?
Itu terlalu pendek Tuhan. Let's make a deal. Karena sapi
mengembalikan 30 tahun usianya, lalu anjing mengembalikan 10 tahun,
dan monyet mengembalikan 10 tahun usianya padamu, berikanlah semuanya
itu padaku. Semua itu akan menambah masa hidupku menjadi 75 tahun.
Setuju ?"
Maka setujulah Tuhan.


AKIBATNYA..............................

Pada 25 tahun pertama kehidupan sebagai manusia dijalankan (kita
makan, tidur dan bersenang-senang)

30 tahun berikutnya menjalankan kehidupan layaknya seekor sapi (kita
harus bekerja keras sepanjang hari untuk menopang keluarga kita.)

10 tahun kemudian kita menghibur dan membuat cucu kita tertawa dengan
berperan sebagai monyet yang menghibur.

Dan 10 tahun berikutnya kita tinggal dirumah, duduk didepan pintu,
dan menggonggong kepada orang yang lewat.

Puisi Rendra

Nice Words from Rendra
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Sering kali aku berkata,

ketika orang memuji milikku,

bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi,

mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?


Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,

ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,

kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.


Ketika aku berdoa,

kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,

Seolah ...

semua "derita" adalah hukuman bagiku.

Seolah ...

keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:

aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti,
padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja"


(WS Rendra).

Kekuatan Mahatma Gandhi

Kekuatan Tanpa Kekerasan


Pada tanggal 9 Juni ia memberikan ceramah di Universitas Puerto Rico
dan bercerita bagaimana memberikan contoh tanpa-kekerasan yang dapat
diterapkan di sebuah keluarga.

Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di
sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun
tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di
pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua
saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota
untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk
menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan
kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan
daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya
untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti
memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau
di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama."
Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan
oleh ayah saya.

Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan
dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam
menunjukkan pukul 17:30, langsung saya berlari menunju bengkel mobil
dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu
sudah hampir pukul 18:00.

Dengan gelisah ayah menanyai saya, "Kenapa kau terlambat?"

Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne
sehingga saya menjawab, "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya
harus menunggu."

Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon
bengkel mobil itu.

Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, "Ada
sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki
keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum
kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki
sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik."

Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai
berjalan kaki pulang ke rumah.

Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata.
Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam,
saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat
penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan yang bodoh
yang saya lakukan.

Sejak itu saja tidak pernah akan berbohong lagi.

Seringkali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran.
Seandainya ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak
kita maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai
tanpa-kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman
itu dan melakukan hal yang sama lagi.

Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa-kekerasan yang sangat luar
biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin.
Itulah kekuatan tanpa-kekerasan.

Oleh: Dr. Arun Gandhi
Dari: The Power Of Nonviolence

Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi dan pendiri Lembaga M.K.
Gandhi untuk Tanpa-Kekerasan.

Tahukah Anda

1. cocacola dulu berwarna hijau
2. nama yang paling umum digunakan di dunia adalah Mohammed
3. dalam bahasa inggris, semua nama benua diawali dan diakhiri
dengan huruf vokal yang sama.
4. otot terkuat yang ada di badan kita adalah lidah.
5. setiap orang di USA punya 2 kartu kredit!
6. TYPEWRITER adalah kata terpanjang yang dapat diketik dalam satu
baris tuts keyboard anda
7. perempuan ngedip dua kali lebih banyak dari pada laki-laki.
8. menahan nafas tidak akan membuatmu mati.
9. setiap manusia tidak dapat menjilat siku tangannya sendiri.
10. kalau ada orang bilang 'bless you' setiap kali ada yang bersin
karena memang setiap kali kau bersin, jantungmu berhenti satu
milisecond.
11. secara fisik, setiap babi tidak bisa melihat ke langit.
12. ucapkan "sixth sick sheik's sixth sheep's sick" beberapa kali.
nanti anda akan mahir berbahasa inggris!
13. bersin terlalu keras dapat mematahkan tulang iga, memutuskan
pembuluh darah di kepala atau leher dan mengakibatkan kematian.
14. setiap raja dalam kartu remi melambangkan raja-raja besar jaman
dahulu kala:
raja sekop - raja daud
raja kriting - alexander agung
raja hati - raja charlemagne
raja wajik - julius caesar
15. 111,111,111 x 111,111,111 = 12,345,678,987,654,321
16. kalau ada patung orang naik kuda dan dua kaki depan kuda itu
naik di udara, itu tandanya orang itu mati dalam perang.
17. kalau kaki kudanya cuma satu yang diangkat berarti orang itu
cuma terluka dalam perang.
18. kalau semua kaki kudanya menjejak tanah, berarti orang itu
meninggal karena sakit.
19. apa persamaan rompi anti peluru, printer laser, tangga darurat
dan wiper mobil? jawabannya: semua ditemukan oleh perempuan! ha!
20. satu-satunya makanan yang tidak bisa busuk? jawaban : madu
21. buaya nggak bisa melet lidah.
22. siput bisa tidur selama 3 tahun
23. semua beruang kutub KIDAL!
24. American Airlines menghemat $40,000 tahun 1987 dengan cara
mengurangi 1 buah olive dari setiap piring salad yang mereka sajikan
untuk penumpang kelas 1.
25. indera perasa kupu-kupu ada di kaki
26. gajah adalah satu-satunya hewan yang tidak bisa lompat
27. selama 4000 tahun belakangan ini, jenis hewan yang dipelihara di
rumah cuma itu-itu saja.
28. rata-rata manusia lebih takut pada laba-laba daripada kematian.
29. shakespeare menemukan kata : "assassination" dan "bump"
30. dengan menggunakan cara mengetik 10 jari, STEWARDESSES adalah
kata terpanjang yang bisa diketik hanya dengan jari-jari tangan kiri.
31. semut selalu jatuh ke kanan setiap kali disemprot cairan anti
hama
32. kursi listrik ditemukan oleh seorang dokter gigi
33. jantung manusia dapat menyemprotkan darah sejauh 30 kaki.
34. dalam 18 bulan, 2 ekor tikus bisa punya lebih dari sejuta anak
tikus!
35. memakai headphone selama satu jam dapat menstimulasi
perkembangan bakteri dalam telinga sebanyak 700 kali lipat!
36. pemantik ditemukan sebelum korek api.
37. setiap lipstik mengandung sisik ikan.
38. seperti sidik jari, lidah manusia pun mempunyai kontur yang
berbeda-beda.
39. dan akhirnya, 99% orang yang baca tulisan ini pasti mencoba
menjilat siku tangannya.

Kekuatan Mark Twain

Kekuatan Kata-kata

Mark Twain mengungkapkannya dengan sangat indah ketika
mengatakan "Udara sangat dingin, sehingga jika
termometer ini lebih panjang satu inci saja, kita pasti
akan mati membeku"

Kita memang akan mati beku dalam kata2. Yang menjadi
persoalan bukanlah suhu dingin yang ada diluar, tetapi termometer.
Yang menjadi persoalan bukanlah realitas, tetapi kata-kata yang anda ucapkan
pada diri anda mengenai realitas itu.

Saya pernah mendengar cerita yang menarik mengenai seorang
petani di Finlandia. Ketika garis batas antara Finlandia dan Rusia
sedang ditentukan, petani itu harus memutuskan apakah dia ingin
berada di Finlandia atau di Rusia. Setelah memikirkan cukup lama,
dia memutuskan untuk berada di Finlandia, tetapi dia tidak ingin melukai
perasaan pejabat Rusia. Pejabat Rusia itu datang kepadanya dan bertanya
mengapa dia ingin berada di Finlandia.
Petani itu menjawab,"Sudah merupakan kerinduanku sejak
dulu untuk tinggal ditanah tumpah darahku Rusia, tetapi pada usiaku yang
sudah lanjut seperti ini, aku tidak dapat bertahan menghadapi musim dingin di
Rusia."

Rusia dan Finlandia hanyalah kata-kata, konsep, tetapi
tidak demikian halnya bagi manusia, tidak bagi manusia yang gila, yang
menganggap kata-kata dan konsep itu sama dengan realitas. Kita hampir tidak
pernah melihat realitas.

Suatu saat seorang guru berusaha untuk menjelaskan kepada
sekelompok orang bagaimana orang2 bereaksi terhadap kata2, menelan kata2,
hidup dalam kata2, ketimbang dalam realitas.

Salah seorang dari kelompok itu berdiri dan mengajukan
protes, dia berkata, "Saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa
kata2 mempunyai efek yang begitu besar terhadap diri kita."
Guru itu berkata," Duduklah, ANAK HARAM."

Muka orang itu menjadi pucat karena marah dan berkata,"
Anda menyebut diri Anda sebagai orang yang sudah mengalami pencerahan,
seorang guru, seorang yang bijaksana, tetapi seharusnya Anda malu dengan diri
Anda sendiri."

Kemudian Guru itu berkata, "Maafkan saya, saya terbawa
perasaan. Saya benar2 mohon maaf, itu benar2 di luar kesadaran saya, saya mohon
maaf." Orang itu akhirnya menjadi tenang.

Kemudian Guru berkata lagi,"HANYA DIPERLUKAN BEBERAPA KATA
UNTUK MEMBANGKITKAN KEMARAHAN DALAM DIRI
ANDA; DAN HANYA DIPERLUKAN BEBERAPA KATA UNTUK MENENANGKAN
DIRI ANDA, BENAR BUKAN

Teladan Harimau

Ikutlah Teladan Harimau

Seorang yang sedang melewati hutan melihat seekor serigala yang sudah
lumpuh keempat kakinya. Ia ingin tahu bagaimana serigala itu dapat
hidup terus. Lalu ia melihat seekor harimau datang dengan membawa
kijang hasil buruannya. Harimau itu makan sepuasnya dan meninggalkan
sisa bagi serigala.

Hari berikutnya Tuhan memberi makan serigala dengan perantaraan
harimau yang sama. Orang itu pun mulai mengagumi kebaikan Tuhan yang
begitu besar dan berkata dalam hati, "Aku juga akan menganggur di
rumah saja dengan kepercayaan penuh kepada Tuhan, karena Ia akan
mencukupi segala kebutuhanku."

Ia melaksanakan niatnya berhari-hari lamanya, tetapi tidak terjadi
apa-apa. Ketika orang yang malang itu sudah hampir mati, terdengarlah
Suara, "Hai engkau, orang yang sesat, bukalah matamu terhadap
Kebenaran! Ikutlah teladan harimau dan berhentilah meniru serigala
yang lumpuh!"

Kekuatan Tekad

Kekuatan Tekad

Gedung sekolah desa yang kecil itu dipanasi oleh perapian batu bara
kuno yang berbentuk belanga. Seorang anak laki-laki kecil bertugas
untuk hadir pagi-pagi sekali di sekolah untuk menyalakan api serta
menghangatkan ruangan sebelum guru dan teman-temannya masuk.

Pada suatu pagi gedung sekolah itu tertelan api. Anak laki-laki itu
pingsan dan ia pun ditarik keluar dari bangunan yang terbakar itu,
dalam keadaan setengah mati dan bukannya setengah hidup. Ia mengalami
luka bakar yang parah di seluruh bagian bawah tubuhnya dan dibawa ke
rumah sakit daerah yang terdekat.

Dari tempat tidurnya, si anak laki-laki yang terbakar secara
mengerikan itu dalam keadaan setengah sadar sayup-sayup mendengar
dokter berbicara kepada ibunya. Dokter memberitahu bahwa anak itu
pasti akan mati, yang sesungguhnya merupakan hal yang terbaik,
lantaran kebakaran hebat yang meluluhlantakkan bagian bawah tubuhnya.

Namun anak pemberani itu tidak ingin mati. Ia meneguhkan tekadnya
untuk tetap bertahan hidup. Entah dengan cara bagaimana, hal yang
mencengangkan dokter itu, ia terus hidup. Ketika bahaya maut itu
berlalu, ia sekali lagi mendengar dokter dan ibunya berbicara dengan
pelan. Ibunya diberitahu bahwa karena kebakaran itu menghancurkan
begitu banyak daging di bawah tubuh anak itu, dapat dikatakan bahwa
akan lebih baik jika ia mati, karena ia pasti akan lumpuh seumur
hidup dan tak dapat memanfaatkan semua anggota tubuh bagian bawahnya.

Sekali lagi si anak pemberani itu mengeraskan tekadnya. Ia tidak akan
lumpuh. Ia akan berjalan. Tetapi celakanya, dari pinggang ke bawah,
ia tidak memiliki kemampuan bergerak. Kaki-kakinya yang kurus hanya
terjuntai di sana, lengkap namun mati.

Akhirnya ia keluar dari rumah sakit. Lalu setiap hari ibunya memijat
kakinya yang kecil itu, namun di sana tidak ada rasa, tidak ada
kontrol, tidak ada apa pun. Namun niatnya untuk berjalan tetap sekuat
dulu.

Hari-harinya menjemukan. Bila tidak sedang berada di tempat tidur, ia
terkurung di kursi roda. Pada suatu hari yang cerah ibunya mendorong
kursi rodanya keluar menuju halaman agar ia dapat menghirup udara
segar. Hari itu, bukannya duduk terpaku di situ, ia melemparkan diri
dari kursi roda. Ia menyeret dirinya sendiri melintasi rerumputan,
menarik kedua kakinya di belakang tubuhnya.

Ia menyusuri jalannya menuju tiang pancang berwarna putih yang
membatasi bidang tanah mereka. Kemudian, sedikit demi sedikit, ia
mulai menyeret dirinya sendiri di sepanjang pagar itu, bertekad keras
untuk berjalan. Ia mulai melakukan hal ini setiap hari sampai saat ia
menggunakan jalan yang mulus di sekeliling halaman di sisi tiang
pancang itu. Tak ada hal yang diinginkannya selain menghidupkan kedua
kakinya.

Akhirnya melalui pijatan setiap hari, tekad bajanya dan keteguhan
hatinya, ia benar-benar mengembangkan kemampuannya untuk berdiri,
kemudian untuk berjalan tertatih-tatih, lalu untuk berjalan sendiri,
dan kemudian untuk berlari.

Ia mulai berjalan ke sekolah, kemudian berlari ke sekolah, berlari
demi kegembiraan besar yang diperolehnya dari berlari. Kemudian di
universitas ia membentuk tim lari. Bahkan selanjutnya di Madison
Square Garden pemuda yang diduga tidak bakal hidup itu, yang tidak
pernah dapat berharap untuk bisa berlari.

Pemuda yang keras hati ini, Dr. Glenn Cunningham, memecahkan rekor
dunia lari untuk jarak 1500 meter.