INFO BEASISWA

Wednesday, August 15, 2007

Tukang Parkir

Bila Anak Diplomat Jadi Tukang Parkir



Jika Anda melewati Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, mungkin
Anda akan sedikit heran melihat sosok seorang tukang parkir di depan
Kedutaan Besar Bulgaria di seberang kantor Komisi Pemilihan Umum.
Remaja tampan berkulit putih itu asli bule. Gayanya tak beda dengan
tukang parkir Melayu. "Terus, terus!" teriaknya dengan bahasa
Indonesia yang fasih seraya meniup peluit ketika memandu sebuah sedan
hijau yang hendak parkir. Yang lebih menarik, tukang parkir ini adalah
putra kedua Kuasa Usaha Kedutaan Bulgaria di Indonesia. Joss Rosenov
namanya. Usianya baru 13 tahun. Jabatan orangtuanya maupun warna
kulitnya tak membuat Joss sungkan melakukan kerja sebagai tukang
parkir --satu hal yang patut ditiru anak Indonesia. Sambil menunggu
mobil yang keluar-masuk, ia mengelap sejumlah mobil yang diparkir di
depan kantor yang sekaligus kediaman kedua orangtuanya sendiri.

Tak ada yang mencolok pada siswa kelas I SMP di Pakistan Embassy
School itu. Berkaus lengan pendek dan celana panjang krem, kakinya
beralas sandal jepit. Joss
mengaku sudah setahun menjadi tukang parkir. Sebelumnya, dia pernah
menjadi tukang ojek selama sebulan. Namun, dia kesulitan mendapatkan
penumpang. Tak ada yang mengajaknya menjadi tukang parkir. "Saya lihat
orang lain dulu," ujarnya seraya menunjuk tukang parkir di depan
kantor Komisi Pemilihan Umum. Joss berterus terang, ia menjadi tukang
parkir buat cari duit. Uang saku yang diperolehnya
tidak cukup. "Cuma tiga ribu (rupiah), kalau minta lagi tak dikasih,"
katanya.



Joss ingat, mobil yang pertama kali diparkirnya setahun yang lalu
adalah Kijang. "Saya merasa senang," kata dia seraya menambahkan, uang
parkir yang diterima untuk pertama kalinya sebesar seribu rupiah.
Pada awalnya, Joss tidak memberitahukan orangtuanya. Dia baru bilang
setelah dua hari menjadi tukang parkir. "Saya bilang sama Ibu dan
Bapak, saya mau cari uang jadi tukang parkir," ujarnya. Orangtuanya
tidak melarang. Joss juga tak
menghadapi hambatan dari tukang parkir lain. Pada saat liburan
sekolah, kata dia, pekerjaan ini dilakoninya setiap hari dari pagi
sampai malam, kecuali Minggu. Namun hari hari sekolah, pekerjaan itu
dilakukannya sepulang sekolah.


Selain menjadi tukang parkir, Joss juga jadi joki three in one, setiap
pagi dan sore hari. "Paginya saya jadi joki sampai jam 08.00,"
katanya. Dia juga tidak malu pada
teman-teman sekolahnya. "Saya pernah ngajak teman saya markir,"
katanya. Rata-rata penghasilan sebagai joki dan tukang parkir sekitar
Rp 60-70 ribu per hari. "Buat jajan, mau beli ikan louhan dan burung,"
kata dia. Ketika ditanya cita-citanya, Joss menjawab, "Saya ingin jadi
sopir." Dia juga ingin terus tinggal di Jakarta. "Di sini enak, bisa
cari duit sendiri."


Joss lalu kembali ke kursi di depan pos jaga kedutaan, duduk menanti
mobil-mobil yang hendak parkir.

No comments: